Saling Mencintai dan Persaudaraan sesama Muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah SWT di antara engkau dan dia dengan hubungan persaudaraan, niscaya dia mendapat hak untuk saling mencintai karena Allah SWT. Dan setiap orang yang bergaul denganmu dengan kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapat hak persaudaraan islam.
Dalam larangan tentang sebagian gambaran perbuatan jahat terhadap muslim atau perintah sebagian gambaran kehidupan bersama, tolong-menolong, dan saling berkasih sayang, Rasulullah melengkapi pengarah beliau dengan sabdanya:
“Dan jadikanlah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”[1]
Al-Qurthubi rahimahumullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang di maksudkan dalam hadits tesebut dengan ucapannya: ‘Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara senasab, dalam kasih sayang, tolong-menolong, saling membantu dan member nasihat.’
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Oleh karena itu orang islam diwajibkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya, seperti mereka berbuat baik kepada saudaranya. Sehingga tak ada seorangpun yang akan membiarakan saudaranya teraniaya atau tersakiti. Orang yang selalu mementingkan saudaranya akan dibalas oleh Allah seperti apa yang ia lakukan. Sebagaiman hadits yang telah di riwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi: “Abdullah bin Umar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim tidak menganiaya dan tidak akan dibiarkan dianiaya oleh orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan orang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari kiamat, dan siapa yang menutupi aurat seoarang muslim, maka Allah akan menutupinya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa hendaknya orang islam tidak boleh saling menyakiti akan tetapi harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan membantu dalam mencegah kemadharatan. Kesulitan atau kesusahan yang menimpa saudara kita di dunia ketika kita membantu untuk meringankan bebannya dan bahkan menghapus kesulitannya di dunia, maka di akhirat kelak kitalah yang akan mendapatkan apa yang kita kerjakan di dunia dengan membantu mengurangi kesulitan orang lain.
Dan standar dalam pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak sempurna iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya: “Demi dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba yang tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dan kebaikan.”[2]
Sesama muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan menegur dalam keburukan bahwa tidak ada kontradiksi di antara melakukan yang dilarang dan tetapnya rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya di dalam hati pelaku. Dan sesungguhnya orang yang berulang kali melakukan maksiat, rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya tidak di cabut dari-Nya.
Dalam hadits yang lain, sebagian sahabat berdo’a atas orang yang mabuk agar menghinakannya, maka nabi SAW bersabda dengan rasa cinta persaudaraan: “Janganlah kamu menjadi pembantu syetan atas saudara kamu.”[3]
Janganlah memalingkan pandangan mereka untuk memohon ampunan baginya dan memberikan nasihat kepadanya, sebagai pengganti mendo’akan celaka atasnya membuat syetan menjadi senang dan bertambah kuat.
Dalam sebuah atsar disebutkan sesungguhnya Abu ad-Darda melewati seorang laki-laki yang telah melakukan dosa, maka mereka mencelanya, maka ia berkata: ‘Bagaimana pendapatnya jika kamu menemukan di dalam lubang, apakah kamu mengeluarkannya?’ Mereka menjawab: ‘Tentu, ia berkata : ‘ Maka janganlah kamu mencela saudaramu, dan pujilah Allah yang telah menyelamatkanmu (dari pebuatan dosa itu).’Mereka bertanya: Apakah engkau tidak membencinya?’ Ia menjawab: ‘ Sesungguhnya aku membenci perbuatanya, maka apabila ia telah meninggalkannya, maka ia adalah saudaraku”[4]
Sudah berapa banyak ikatan persaudaraan yang terputus. Berapa banyak hati yang ditikam permusuhan dan kebencian karena ijtihad yan salah. Padahal persoalannya luas untuk menjaga kasih sayang dan persaudaraan bersama orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat. Maka bagaimana dengan saudara-saudara yang terpeleset dalam pendapat atau tergelincir dalam ijtihad?.... karena sumber persaudaraan dan cinta masih tetap ada, yaitu memuliakan akidah iman yang di bawanya dan kalimat tauhid yang mengajak kepadanya.
Sesunguhnya Allah menjadikan cinta dan benci karena Allah SAW karena ikatan islam yang paling kuat. Dan dalam satu riwayat:
“ Ikatan iman yang paling kuat adalah: loyalitas karena Allah SAW dan saling memusuhi karena Allah SAW, cinta karena Allah dan benci karean Allah.”[5]
Dan seseungguhnya iman tidak sempurna kecuali dengan kebenaran perasaan ini dan mengikhlaskan ikatan ini:
“ Barangsiapa yang mencintai karena Allah SAW, membenci karean Allah SAW, dan tidak memberi karena Allah SAW, berarti ia telah menyempurnakan iman”.
Dan barangsiapa yang ingin merasakan kenikmatan mujahadah terhadap syetan dan manisnya bersih dari hawa nafsu serta keagungan sikap loyalitas kepada Allah SAW, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka inilah jalannya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya maka ia mendapatkan manisnya iman: bahwa Allah SAW dan Rasul-Nya lebih dicintai kepadanya, bahwa ia mencintai sesoarang, ia tidak mencintainya karena Allah SAW, dan bahwa ia benci kembali dalam kekafiran setelah Allah SAW menyelamatkan darinya, sebagaiman ia benci dijerumuskan di neraka.”
Dan untuk persaudaraan, ada hak-haknya di dunia berupa mendo’akan yang bersin (apabila membaca hamdallah), mengunjungi yang sakit, memenuhi undangan, memberikan penghormatan, dan mengiringi jenazah.
Sebagaimana syariat mengharamkan saling tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari, dan tidak diangkat amal keduanya sampai keduanya berdamai, dan Allah SAW tidak menjadikan ikatan persaudaraan bagi orang-orang beriman selain persaudaraan islam. Dan Nabi SAW telah memberikan isyarat bahwa jikalau ia menjadikan untuk dirinya seorang kekasih, niscaya ia adalah Abu Bakar ra, akan tetapi beliau lebih mengutamakan persaudaran islam. Maka beliau bersabda:
“Akan tetepi persaudaraan islam lebih utama”[6]
Ikatan persaudaraan ini tetap berlangsung hingga ke negeri akhirat, di mana sebagian penghuni surga tidak melihat saudara-saudara mereka yang bersama mereka semasa di dunia. Maka mereka bertanya kepada Rabb SWT tentang saudara-saudara mereka. Nabi SAW mengambarkan keadaan tersebut dengan sabdanya:
“Tidak ada perdebatan seseorang kamu bagi sahabatnya dalam kebenaran yang ada di dunia yang lebih kuat daripada perdebatan orang-orang beriman kepada Rabb mereka tentang saudara-saudara mereka yang di masukan ke dalam neraka. Nabi SAW bersabda, ‘Mereka berkata, ‘Rabb kami, saudara-saudara mereka shalat bersama kami, puasa bersama kami, berhaji bersama kami, lalu Engkau masukan mereka ke dalam neraka.’ Maka Allah SWT berfirman, ‘Pergilah, lalu keluarkanlah orang yang kamu kenal dari mereka….”[7]
Lalu mereka dikeluarkan (orang yang beriman yang berada di dalam neraka). Kemudian Allah SWT memberi izin bagi mereka mengeluarkan orang yang di hatinya ada iman seberat biji sawi. Sesungguhnya persaudaraan yang memiliki kedudukan seperti ini di sisi Allah SWT, dan sesungguhnya kecintaan yang mempunyai keutamaan seperti itu di dunia dan di akhirat sudah seharusnya di tekuni, di sempurnakan hak-haknya dan meminta tambahan darinya:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs Al-Hasyr:10)
[1] HR. al-Bukhari, Abu Daud, at Tirmidzi, Malik.
[2] Shahih al-Jami’no.7085 (Shahih)
[3] Shahih al-Bukhari, kitab al-Hudud, bab ke-Lima, no.6781
[4] Tentang kehidupan sahabat 3/413
[5] Shahih al-Jami’2539
[6] Dari bebrapa riwayat al-Bukhari (Jami’ al-Ushul 8/589 no. 6408)
[7] Shahih Sunan Ibnu Majah Karya Syaikh al-Albani, al-Muqaddimah, bab ke-9, hadits no. 51 (Shahih)
Saling Mencintai dan Persaudaraan sesama Muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah SWT di antara engkau dan dia dengan hubungan persaudaraan, niscaya dia mendapat hak untuk saling mencintai karena Allah SWT. Dan setiap orang yang bergaul denganmu dengan kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapat hak persaudaraan islam.
Dalam larangan tentang sebagian gambaran perbuatan jahat terhadap muslim atau perintah sebagian gambaran kehidupan bersama, tolong-menolong, dan saling berkasih sayang, Rasulullah melengkapi pengarah beliau dengan sabdanya:
“Dan jadikanlah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”[1]
Al-Qurthubi rahimahumullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang di maksudkan dalam hadits tesebut dengan ucapannya: ‘Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara senasab, dalam kasih sayang, tolong-menolong, saling membantu dan member nasihat.’
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Oleh karena itu orang islam diwajibkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya, seperti mereka berbuat baik kepada saudaranya. Sehingga tak ada seorangpun yang akan membiarakan saudaranya teraniaya atau tersakiti. Orang yang selalu mementingkan saudaranya akan dibalas oleh Allah seperti apa yang ia lakukan. Sebagaiman hadits yang telah di riwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi: “Abdullah bin Umar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim tidak menganiaya dan tidak akan dibiarkan dianiaya oleh orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan orang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari kiamat, dan siapa yang menutupi aurat seoarang muslim, maka Allah akan menutupinya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa hendaknya orang islam tidak boleh saling menyakiti akan tetapi harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan membantu dalam mencegah kemadharatan. Kesulitan atau kesusahan yang menimpa saudara kita di dunia ketika kita membantu untuk meringankan bebannya dan bahkan menghapus kesulitannya di dunia, maka di akhirat kelak kitalah yang akan mendapatkan apa yang kita kerjakan di dunia dengan membantu mengurangi kesulitan orang lain.
Dan standar dalam pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak sempurna iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya: “Demi dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba yang tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dan kebaikan.”[2]
Sesama muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan menegur dalam keburukan bahwa tidak ada kontradiksi di antara melakukan yang dilarang dan tetapnya rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya di dalam hati pelaku. Dan sesungguhnya orang yang berulang kali melakukan maksiat, rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya tidak di cabut dari-Nya.
Dalam hadits yang lain, sebagian sahabat berdo’a atas orang yang mabuk agar menghinakannya, maka nabi SAW bersabda dengan rasa cinta persaudaraan: “Janganlah kamu menjadi pembantu syetan atas saudara kamu.”[3]
Janganlah memalingkan pandangan mereka untuk memohon ampunan baginya dan memberikan nasihat kepadanya, sebagai pengganti mendo’akan celaka atasnya membuat syetan menjadi senang dan bertambah kuat.
Dalam sebuah atsar disebutkan sesungguhnya Abu ad-Darda melewati seorang laki-laki yang telah melakukan dosa, maka mereka mencelanya, maka ia berkata: ‘Bagaimana pendapatnya jika kamu menemukan di dalam lubang, apakah kamu mengeluarkannya?’ Mereka menjawab: ‘Tentu, ia berkata : ‘ Maka janganlah kamu mencela saudaramu, dan pujilah Allah yang telah menyelamatkanmu (dari pebuatan dosa itu).’Mereka bertanya: Apakah engkau tidak membencinya?’ Ia menjawab: ‘ Sesungguhnya aku membenci perbuatanya, maka apabila ia telah meninggalkannya, maka ia adalah saudaraku”[4]
Sudah berapa banyak ikatan persaudaraan yang terputus. Berapa banyak hati yang ditikam permusuhan dan kebencian karena ijtihad yan salah. Padahal persoalannya luas untuk menjaga kasih sayang dan persaudaraan bersama orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat. Maka bagaimana dengan saudara-saudara yang terpeleset dalam pendapat atau tergelincir dalam ijtihad?.... karena sumber persaudaraan dan cinta masih tetap ada, yaitu memuliakan akidah iman yang di bawanya dan kalimat tauhid yang mengajak kepadanya.
Sesunguhnya Allah menjadikan cinta dan benci karena Allah SAW karena ikatan islam yang paling kuat. Dan dalam satu riwayat:
“ Ikatan iman yang paling kuat adalah: loyalitas karena Allah SAW dan saling memusuhi karena Allah SAW, cinta karena Allah dan benci karean Allah.”[5]
Dan seseungguhnya iman tidak sempurna kecuali dengan kebenaran perasaan ini dan mengikhlaskan ikatan ini:
“ Barangsiapa yang mencintai karena Allah SAW, membenci karean Allah SAW, dan tidak memberi karena Allah SAW, berarti ia telah menyempurnakan iman”.
Dan barangsiapa yang ingin merasakan kenikmatan mujahadah terhadap syetan dan manisnya bersih dari hawa nafsu serta keagungan sikap loyalitas kepada Allah SAW, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka inilah jalannya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya maka ia mendapatkan manisnya iman: bahwa Allah SAW dan Rasul-Nya lebih dicintai kepadanya, bahwa ia mencintai sesoarang, ia tidak mencintainya karena Allah SAW, dan bahwa ia benci kembali dalam kekafiran setelah Allah SAW menyelamatkan darinya, sebagaiman ia benci dijerumuskan di neraka.”
Dan untuk persaudaraan, ada hak-haknya di dunia berupa mendo’akan yang bersin (apabila membaca hamdallah), mengunjungi yang sakit, memenuhi undangan, memberikan penghormatan, dan mengiringi jenazah.
Sebagaimana syariat mengharamkan saling tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari, dan tidak diangkat amal keduanya sampai keduanya berdamai, dan Allah SAW tidak menjadikan ikatan persaudaraan bagi orang-orang beriman selain persaudaraan islam. Dan Nabi SAW telah memberikan isyarat bahwa jikalau ia menjadikan untuk dirinya seorang kekasih, niscaya ia adalah Abu Bakar ra, akan tetapi beliau lebih mengutamakan persaudaran islam. Maka beliau bersabda:
“Akan tetepi persaudaraan islam lebih utama”[6]
Ikatan persaudaraan ini tetap berlangsung hingga ke negeri akhirat, di mana sebagian penghuni surga tidak melihat saudara-saudara mereka yang bersama mereka semasa di dunia. Maka mereka bertanya kepada Rabb SWT tentang saudara-saudara mereka. Nabi SAW mengambarkan keadaan tersebut dengan sabdanya:
“Tidak ada perdebatan seseorang kamu bagi sahabatnya dalam kebenaran yang ada di dunia yang lebih kuat daripada perdebatan orang-orang beriman kepada Rabb mereka tentang saudara-saudara mereka yang di masukan ke dalam neraka. Nabi SAW bersabda, ‘Mereka berkata, ‘Rabb kami, saudara-saudara mereka shalat bersama kami, puasa bersama kami, berhaji bersama kami, lalu Engkau masukan mereka ke dalam neraka.’ Maka Allah SWT berfirman, ‘Pergilah, lalu keluarkanlah orang yang kamu kenal dari mereka….”[7]
Lalu mereka dikeluarkan (orang yang beriman yang berada di dalam neraka). Kemudian Allah SWT memberi izin bagi mereka mengeluarkan orang yang di hatinya ada iman seberat biji sawi. Sesungguhnya persaudaraan yang memiliki kedudukan seperti ini di sisi Allah SWT, dan sesungguhnya kecintaan yang mempunyai keutamaan seperti itu di dunia dan di akhirat sudah seharusnya di tekuni, di sempurnakan hak-haknya dan meminta tambahan darinya:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs Al-Hasyr:10)
[1] HR. al-Bukhari, Abu Daud, at Tirmidzi, Malik.
[2] Shahih al-Jami’no.7085 (Shahih)
[3] Shahih al-Bukhari, kitab al-Hudud, bab ke-Lima, no.6781
[4] Tentang kehidupan sahabat 3/413
[5] Shahih al-Jami’2539
[6] Dari bebrapa riwayat al-Bukhari (Jami’ al-Ushul 8/589 no. 6408)
[7] Shahih Sunan Ibnu Majah Karya Syaikh al-Albani, al-Muqaddimah, bab ke-9, hadits no. 51 (Shahih)
Saling Mencintai dan Persaudaraan sesama Muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah SWT di antara engkau dan dia dengan hubungan persaudaraan, niscaya dia mendapat hak untuk saling mencintai karena Allah SWT. Dan setiap orang yang bergaul denganmu dengan kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapat hak persaudaraan islam.
Dalam larangan tentang sebagian gambaran perbuatan jahat terhadap muslim atau perintah sebagian gambaran kehidupan bersama, tolong-menolong, dan saling berkasih sayang, Rasulullah melengkapi pengarah beliau dengan sabdanya:
“Dan jadikanlah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”[1]
Al-Qurthubi rahimahumullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang di maksudkan dalam hadits tesebut dengan ucapannya: ‘Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara senasab, dalam kasih sayang, tolong-menolong, saling membantu dan member nasihat.’
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Oleh karena itu orang islam diwajibkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya, seperti mereka berbuat baik kepada saudaranya. Sehingga tak ada seorangpun yang akan membiarakan saudaranya teraniaya atau tersakiti. Orang yang selalu mementingkan saudaranya akan dibalas oleh Allah seperti apa yang ia lakukan. Sebagaiman hadits yang telah di riwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi: “Abdullah bin Umar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim tidak menganiaya dan tidak akan dibiarkan dianiaya oleh orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan orang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari kiamat, dan siapa yang menutupi aurat seoarang muslim, maka Allah akan menutupinya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa hendaknya orang islam tidak boleh saling menyakiti akan tetapi harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan membantu dalam mencegah kemadharatan. Kesulitan atau kesusahan yang menimpa saudara kita di dunia ketika kita membantu untuk meringankan bebannya dan bahkan menghapus kesulitannya di dunia, maka di akhirat kelak kitalah yang akan mendapatkan apa yang kita kerjakan di dunia dengan membantu mengurangi kesulitan orang lain.
Dan standar dalam pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak sempurna iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya: “Demi dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba yang tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dan kebaikan.”[2]
Sesama muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan menegur dalam keburukan bahwa tidak ada kontradiksi di antara melakukan yang dilarang dan tetapnya rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya di dalam hati pelaku. Dan sesungguhnya orang yang berulang kali melakukan maksiat, rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya tidak di cabut dari-Nya.
Dalam hadits yang lain, sebagian sahabat berdo’a atas orang yang mabuk agar menghinakannya, maka nabi SAW bersabda dengan rasa cinta persaudaraan: “Janganlah kamu menjadi pembantu syetan atas saudara kamu.”[3]
Janganlah memalingkan pandangan mereka untuk memohon ampunan baginya dan memberikan nasihat kepadanya, sebagai pengganti mendo’akan celaka atasnya membuat syetan menjadi senang dan bertambah kuat.
Dalam sebuah atsar disebutkan sesungguhnya Abu ad-Darda melewati seorang laki-laki yang telah melakukan dosa, maka mereka mencelanya, maka ia berkata: ‘Bagaimana pendapatnya jika kamu menemukan di dalam lubang, apakah kamu mengeluarkannya?’ Mereka menjawab: ‘Tentu, ia berkata : ‘ Maka janganlah kamu mencela saudaramu, dan pujilah Allah yang telah menyelamatkanmu (dari pebuatan dosa itu).’Mereka bertanya: Apakah engkau tidak membencinya?’ Ia menjawab: ‘ Sesungguhnya aku membenci perbuatanya, maka apabila ia telah meninggalkannya, maka ia adalah saudaraku”[4]
Sudah berapa banyak ikatan persaudaraan yang terputus. Berapa banyak hati yang ditikam permusuhan dan kebencian karena ijtihad yan salah. Padahal persoalannya luas untuk menjaga kasih sayang dan persaudaraan bersama orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat. Maka bagaimana dengan saudara-saudara yang terpeleset dalam pendapat atau tergelincir dalam ijtihad?.... karena sumber persaudaraan dan cinta masih tetap ada, yaitu memuliakan akidah iman yang di bawanya dan kalimat tauhid yang mengajak kepadanya.
Sesunguhnya Allah menjadikan cinta dan benci karena Allah SAW karena ikatan islam yang paling kuat. Dan dalam satu riwayat:
“ Ikatan iman yang paling kuat adalah: loyalitas karena Allah SAW dan saling memusuhi karena Allah SAW, cinta karena Allah dan benci karean Allah.”[5]
Dan seseungguhnya iman tidak sempurna kecuali dengan kebenaran perasaan ini dan mengikhlaskan ikatan ini:
“ Barangsiapa yang mencintai karena Allah SAW, membenci karean Allah SAW, dan tidak memberi karena Allah SAW, berarti ia telah menyempurnakan iman”.
Dan barangsiapa yang ingin merasakan kenikmatan mujahadah terhadap syetan dan manisnya bersih dari hawa nafsu serta keagungan sikap loyalitas kepada Allah SAW, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka inilah jalannya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya maka ia mendapatkan manisnya iman: bahwa Allah SAW dan Rasul-Nya lebih dicintai kepadanya, bahwa ia mencintai sesoarang, ia tidak mencintainya karena Allah SAW, dan bahwa ia benci kembali dalam kekafiran setelah Allah SAW menyelamatkan darinya, sebagaiman ia benci dijerumuskan di neraka.”
Dan untuk persaudaraan, ada hak-haknya di dunia berupa mendo’akan yang bersin (apabila membaca hamdallah), mengunjungi yang sakit, memenuhi undangan, memberikan penghormatan, dan mengiringi jenazah.
Sebagaimana syariat mengharamkan saling tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari, dan tidak diangkat amal keduanya sampai keduanya berdamai, dan Allah SAW tidak menjadikan ikatan persaudaraan bagi orang-orang beriman selain persaudaraan islam. Dan Nabi SAW telah memberikan isyarat bahwa jikalau ia menjadikan untuk dirinya seorang kekasih, niscaya ia adalah Abu Bakar ra, akan tetapi beliau lebih mengutamakan persaudaran islam. Maka beliau bersabda:
“Akan tetepi persaudaraan islam lebih utama”[6]
Ikatan persaudaraan ini tetap berlangsung hingga ke negeri akhirat, di mana sebagian penghuni surga tidak melihat saudara-saudara mereka yang bersama mereka semasa di dunia. Maka mereka bertanya kepada Rabb SWT tentang saudara-saudara mereka. Nabi SAW mengambarkan keadaan tersebut dengan sabdanya:
“Tidak ada perdebatan seseorang kamu bagi sahabatnya dalam kebenaran yang ada di dunia yang lebih kuat daripada perdebatan orang-orang beriman kepada Rabb mereka tentang saudara-saudara mereka yang di masukan ke dalam neraka. Nabi SAW bersabda, ‘Mereka berkata, ‘Rabb kami, saudara-saudara mereka shalat bersama kami, puasa bersama kami, berhaji bersama kami, lalu Engkau masukan mereka ke dalam neraka.’ Maka Allah SWT berfirman, ‘Pergilah, lalu keluarkanlah orang yang kamu kenal dari mereka….”[7]
Lalu mereka dikeluarkan (orang yang beriman yang berada di dalam neraka). Kemudian Allah SWT memberi izin bagi mereka mengeluarkan orang yang di hatinya ada iman seberat biji sawi. Sesungguhnya persaudaraan yang memiliki kedudukan seperti ini di sisi Allah SWT, dan sesungguhnya kecintaan yang mempunyai keutamaan seperti itu di dunia dan di akhirat sudah seharusnya di tekuni, di sempurnakan hak-haknya dan meminta tambahan darinya:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs Al-Hasyr:10)
[1] HR. al-Bukhari, Abu Daud, at Tirmidzi, Malik.
[2] Shahih al-Jami’no.7085 (Shahih)
[3] Shahih al-Bukhari, kitab al-Hudud, bab ke-Lima, no.6781
[4] Tentang kehidupan sahabat 3/413
[5] Shahih al-Jami’2539
[6] Dari bebrapa riwayat al-Bukhari (Jami’ al-Ushul 8/589 no. 6408)
[7] Shahih Sunan Ibnu Majah Karya Syaikh al-Albani, al-Muqaddimah, bab ke-9, hadits no. 51 (Shahih)
Saling Mencintai dan Persaudaraan sesama Muslim
Hubungan di antara cinta dan persaudaraan adalah hubungan yang sangat kuat. Maka setiap orang yang dipertalikan oleh Allah SWT di antara engkau dan dia dengan hubungan persaudaraan, niscaya dia mendapat hak untuk saling mencintai karena Allah SWT. Dan setiap orang yang bergaul denganmu dengan kecintaan iman, niscaya ia berhak mendapat hak persaudaraan islam.
Dalam larangan tentang sebagian gambaran perbuatan jahat terhadap muslim atau perintah sebagian gambaran kehidupan bersama, tolong-menolong, dan saling berkasih sayang, Rasulullah melengkapi pengarah beliau dengan sabdanya:
“Dan jadikanlah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”[1]
Al-Qurthubi rahimahumullah menjelaskan pengertian persaudaraan yang di maksudkan dalam hadits tesebut dengan ucapannya: ‘Berusahalah agar kamu menjadi seperti saudara senasab, dalam kasih sayang, tolong-menolong, saling membantu dan member nasihat.’
Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Oleh karena itu orang islam diwajibkan untuk selalu berbuat baik kepada sesamanya, seperti mereka berbuat baik kepada saudaranya. Sehingga tak ada seorangpun yang akan membiarakan saudaranya teraniaya atau tersakiti. Orang yang selalu mementingkan saudaranya akan dibalas oleh Allah seperti apa yang ia lakukan. Sebagaiman hadits yang telah di riwayatkan Bukhari dan Muslim yang berbunyi: “Abdullah bin Umar r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim saudara terhadap sesama muslim tidak menganiaya dan tidak akan dibiarkan dianiaya oleh orang lain. Dan siapa yang menyampaikan hajat saudaranya, maka Allah akan menyampaikan hajatnya. Dan siapa yang melapangkan kesusahan orang muslim, maka Allah akan melapangkan kesukarannya di hari kiamat, dan siapa yang menutupi aurat seoarang muslim, maka Allah akan menutupinya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits tersebut telah dijelaskan bahwa hendaknya orang islam tidak boleh saling menyakiti akan tetapi harus saling tolong-menolong dalam kebaikan dan membantu dalam mencegah kemadharatan. Kesulitan atau kesusahan yang menimpa saudara kita di dunia ketika kita membantu untuk meringankan bebannya dan bahkan menghapus kesulitannya di dunia, maka di akhirat kelak kitalah yang akan mendapatkan apa yang kita kerjakan di dunia dengan membantu mengurangi kesulitan orang lain.
Dan standar dalam pemahaman ukhuwah (persaudaraan) dan yang tidak sempurna iman kecuali dengannya adalah yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya: “Demi dzat yang diriku berada di tangan-Nya, seorang hamba yang tidak beriman (yang sempurna) sehingga ia mencintai untuk saudaranya sesuatu yang ia mencintai untuk dirinya sendiri dan kebaikan.”[2]
Sesama muslim harus saling mengingatkan dalam kebaikan dan menegur dalam keburukan bahwa tidak ada kontradiksi di antara melakukan yang dilarang dan tetapnya rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya di dalam hati pelaku. Dan sesungguhnya orang yang berulang kali melakukan maksiat, rasa cinta kepada Allah SAW dan Rasul-Nya tidak di cabut dari-Nya.
Dalam hadits yang lain, sebagian sahabat berdo’a atas orang yang mabuk agar menghinakannya, maka nabi SAW bersabda dengan rasa cinta persaudaraan: “Janganlah kamu menjadi pembantu syetan atas saudara kamu.”[3]
Janganlah memalingkan pandangan mereka untuk memohon ampunan baginya dan memberikan nasihat kepadanya, sebagai pengganti mendo’akan celaka atasnya membuat syetan menjadi senang dan bertambah kuat.
Dalam sebuah atsar disebutkan sesungguhnya Abu ad-Darda melewati seorang laki-laki yang telah melakukan dosa, maka mereka mencelanya, maka ia berkata: ‘Bagaimana pendapatnya jika kamu menemukan di dalam lubang, apakah kamu mengeluarkannya?’ Mereka menjawab: ‘Tentu, ia berkata : ‘ Maka janganlah kamu mencela saudaramu, dan pujilah Allah yang telah menyelamatkanmu (dari pebuatan dosa itu).’Mereka bertanya: Apakah engkau tidak membencinya?’ Ia menjawab: ‘ Sesungguhnya aku membenci perbuatanya, maka apabila ia telah meninggalkannya, maka ia adalah saudaraku”[4]
Sudah berapa banyak ikatan persaudaraan yang terputus. Berapa banyak hati yang ditikam permusuhan dan kebencian karena ijtihad yan salah. Padahal persoalannya luas untuk menjaga kasih sayang dan persaudaraan bersama orang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat. Maka bagaimana dengan saudara-saudara yang terpeleset dalam pendapat atau tergelincir dalam ijtihad?.... karena sumber persaudaraan dan cinta masih tetap ada, yaitu memuliakan akidah iman yang di bawanya dan kalimat tauhid yang mengajak kepadanya.
Sesunguhnya Allah menjadikan cinta dan benci karena Allah SAW karena ikatan islam yang paling kuat. Dan dalam satu riwayat:
“ Ikatan iman yang paling kuat adalah: loyalitas karena Allah SAW dan saling memusuhi karena Allah SAW, cinta karena Allah dan benci karean Allah.”[5]
Dan seseungguhnya iman tidak sempurna kecuali dengan kebenaran perasaan ini dan mengikhlaskan ikatan ini:
“ Barangsiapa yang mencintai karena Allah SAW, membenci karean Allah SAW, dan tidak memberi karena Allah SAW, berarti ia telah menyempurnakan iman”.
Dan barangsiapa yang ingin merasakan kenikmatan mujahadah terhadap syetan dan manisnya bersih dari hawa nafsu serta keagungan sikap loyalitas kepada Allah SAW, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, maka inilah jalannya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang ada padanya maka ia mendapatkan manisnya iman: bahwa Allah SAW dan Rasul-Nya lebih dicintai kepadanya, bahwa ia mencintai sesoarang, ia tidak mencintainya karena Allah SAW, dan bahwa ia benci kembali dalam kekafiran setelah Allah SAW menyelamatkan darinya, sebagaiman ia benci dijerumuskan di neraka.”
Dan untuk persaudaraan, ada hak-haknya di dunia berupa mendo’akan yang bersin (apabila membaca hamdallah), mengunjungi yang sakit, memenuhi undangan, memberikan penghormatan, dan mengiringi jenazah.
Sebagaimana syariat mengharamkan saling tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari, dan tidak diangkat amal keduanya sampai keduanya berdamai, dan Allah SAW tidak menjadikan ikatan persaudaraan bagi orang-orang beriman selain persaudaraan islam. Dan Nabi SAW telah memberikan isyarat bahwa jikalau ia menjadikan untuk dirinya seorang kekasih, niscaya ia adalah Abu Bakar ra, akan tetapi beliau lebih mengutamakan persaudaran islam. Maka beliau bersabda:
“Akan tetepi persaudaraan islam lebih utama”[6]
Ikatan persaudaraan ini tetap berlangsung hingga ke negeri akhirat, di mana sebagian penghuni surga tidak melihat saudara-saudara mereka yang bersama mereka semasa di dunia. Maka mereka bertanya kepada Rabb SWT tentang saudara-saudara mereka. Nabi SAW mengambarkan keadaan tersebut dengan sabdanya:
“Tidak ada perdebatan seseorang kamu bagi sahabatnya dalam kebenaran yang ada di dunia yang lebih kuat daripada perdebatan orang-orang beriman kepada Rabb mereka tentang saudara-saudara mereka yang di masukan ke dalam neraka. Nabi SAW bersabda, ‘Mereka berkata, ‘Rabb kami, saudara-saudara mereka shalat bersama kami, puasa bersama kami, berhaji bersama kami, lalu Engkau masukan mereka ke dalam neraka.’ Maka Allah SWT berfirman, ‘Pergilah, lalu keluarkanlah orang yang kamu kenal dari mereka….”[7]
Lalu mereka dikeluarkan (orang yang beriman yang berada di dalam neraka). Kemudian Allah SWT memberi izin bagi mereka mengeluarkan orang yang di hatinya ada iman seberat biji sawi. Sesungguhnya persaudaraan yang memiliki kedudukan seperti ini di sisi Allah SWT, dan sesungguhnya kecintaan yang mempunyai keutamaan seperti itu di dunia dan di akhirat sudah seharusnya di tekuni, di sempurnakan hak-haknya dan meminta tambahan darinya:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu daripada kami, dan janganlah Engkau memberikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Qs Al-Hasyr:10)
[1] HR. al-Bukhari, Abu Daud, at Tirmidzi, Malik.
[2] Shahih al-Jami’no.7085 (Shahih)
[3] Shahih al-Bukhari, kitab al-Hudud, bab ke-Lima, no.6781
[4] Tentang kehidupan sahabat 3/413
[5] Shahih al-Jami’2539
[6] Dari bebrapa riwayat al-Bukhari (Jami’ al-Ushul 8/589 no. 6408)
[7] Shahih Sunan Ibnu Majah Karya Syaikh al-Albani, al-Muqaddimah, bab ke-9, hadits no. 51 (Shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar